Raden Dewi Sartika |
Perjuangannya dalam memberikan bekal ilmu pengetahuan dan pendidikan
kepada masyarakat luas khususnya kaum perempuan, akhirnya membuahkan
penghargaan yang luar biasa dari Pemerintah Republik Indonesia sebagai
seorang Pahlawan Nasional di bidang pendidikan. Itulah Raden Dewi
Sartika, sosok perempuan asli dari tanah Pasundan (Jawa Barat) yang
semasa hidupnya banyak mengabdikan diri dalam dunia pendidikan terutama
pendidikan bagi kaumnya sendiri dengan mendirikan sebuah sekolah bernama
“Sakola Kautamaan Istri” (Sekolah Keutamaan Istri). Bertepatan dengan
peringatan Hari Ibu Tahun 2013, Profil Caleg Gerindra Bandung mencoba mengangkat kembali kilas balik sejarah Raden Dewi
Sartika, sebagai salah satu tokoh perintis pendidikan di tanah air.
---------------------------------- 000O000 ------------------------------------
Dewi Sartika yang lahir di Bandung pada 4 Desember 1884 lalu, adalah
anak dari pasangan Raden Somanagara dan Nyi Raden Rajapermas yang
merupakan keturunan priyayi Sunda. Sejak kecil, Dewi Sartika telah
mendapat pendidikan dasar dari orang tuanya dengan disekolahkan di
sekolah Belanda. Namun saat ayahandanya wafat yang juga seorang pejuang
kemerdekaan. Dewi Sartika kecilpun dirawat oleh pamannya yang tidak lain
adalah seorang Patih di Cicalengka dan melanjutkan pendidikannya di
sana. Ketika itulah, bakat sebagai seorang pendidik muncul dalam diri
Dewi Sartika kecil, bila ada waktu senggang, Ia menyempatkan diri untuk
mengajari baca-tulis anak-anak pembantu yang berada lingkungan
kepatihan. Dalam pendidikannya, Dewi Sartika banyak pula mempelajari
tentang wawasan kesundaan dari pamannya dan wawasan kebudayaan barat
dari seorang Asisten Residen bangsa Belanda.
-------- oooOooo ---------
Mendirikan ‘Sekolah Istri’
Sekolah Peninggalan Dewi Sartika di Bandung |
Bakat dalam cara Dewi Sartika memberi pelajaran kepada para masyarakat
terutama kaum perempuan di sekitar lingkungan tempat tinggalnya, telah
menjadikan semangat dan cita-cita untuk terus berupaya agar anak-anak
dan kaum perempuan pribumi bisa mendapat kesempatan memperoleh ilmu
pengetahuan. Semangat dan cita-cita yang besar tersebut, akhirnya Ia
upayakan pula ketika kembali lagi menetap di Bandung, dengan dibantu
kakeknya R.A.A. Martanegara dan Den Hamer, selaku Inspektur Kantor
Pengajaran kala itu, Dewi Sartika berhasil mendirikan sebuah sekolah
khusus bagi kaum perempuan yang diberi nama “Sekolah Istri” pada 1904.
Sekolah baru tersebut baru berisi dua kelas dengan jumlah murid
pertamanya sekitar 20 orang ditambah dua tenaga pengajar yakni Ny.
Poerwa dan Nyi Oewid. Karena aktivitas belajar mengajarnya banyak, maka
Iapun meminjam beberapa ruangan Kepatihan Bandung sebagai ruang kelas
tambahan. Di sekolah tersebut, para murid perempuan ini, diajari mulai
dari baca-tulis, berhitung, menjahit, merenda, menyulam, dan pelajaran
agama. Tanggapan positif atas berdirinya Sekolah Istri, banyak
bermunculan dari masyarakat. Bahkan dari waktu ke waktu jumlah muridnya
terus bertambah. Karena jumlah murid makin banyak, akhirnya bangunan
kelas tidak mencukupi lagi dan selanjutnya dipindahkan ke tempat yang
lebih luas. Kemudian, setelah enam tahun berjalan, tepat di 1910, oleh
pihak pengelola, nama sekolah yang sebelumnya bernama ‘Sekolah Istri’
diperbaharui menjadi ‘Sekolah Keutamaan Istri’. Tapi semua mata
pelajarannya masih tetap seperti sediakala. Diakui, pembangunan sekolah
ini, sebelumnya sempat menuai pertentangan, terutama karena budaya
‘pengekangan’ kaum wanita masih kuat dijalankan pada saat itu. Namun
karena niat baik, cita-cita serta kegigihan Dewi Sartika yang tiada
putusnya serta kebijakan dari keluarga, maka sekolah tersebut tetap
terwujud.
Dewi Sartika Menikah
Di saat yang bersamaan dengan perjalanan perjuangannya ingin mengentaskan kebodohan bagi kaum perempuan pribumi, Dewi Sartikapun menemukan jodohnya yaitu Raden Kanduruan Agah Suriawinata seorang Guru di Sekolah Karang Pamulang. Kemudian mereka menikah pada 1906.
‘Sekolah Keutamaan Istri’ Banyak Di Dirikan
Karena penilaian positif terhadap upaya pengembangan sumber daya kaum perempuan pribumi melalui dunia pendidikan yang di rintis Dewi Sartika begitu besar. Akhirnya banyak diantara kaum perempuan Sunda yang memiliki cita-cita dan harapan yang sama mendirikan ‘Sekolah Keutamaan Istri’ di beberapa tempat. Sekitar 9 sekolah berdiri di Kota Kabupaten se- Pasundan. Termasuk yang didirikan di Bukit Tinggi Sumatera Barat oleh Encik Rama Saleh.
--- ooooOoooo---
Dewi Sartika Dianugrahi Bintang Jasa
Monumen Dewi Sartika (sumber : wikimapia.org) |
Atas jasa-jasanya memperjuangkan hak kaum perempuan pribumi dalam bidang
pendidikan terutama di tanah Pasundan. Pada September 1929, dalam acara
peringatan 25 Tahun berdirinya ‘Sekolah Keutamaan Istri’,yang sekaligus
dirubah namanya menjadi ‘Sakola Raden Dewi’, Dewi Sartika mendapat
penghargaan dari Pemerintah Kerajaan Hindia-Belanda berupa Bintang Jasa.
Namun perkembangan Sekolah yang Ia bina sejak masih remaja dan telah
banyak bermunculan di mana-mana, tidak membuat dirinya kuat untuk terus
mengembangkannya. Tepat di usia ke 62 tahun, pada 11 September 1947,
Dewi Sartika meninggal dunia di Tasikmalaya dan oleh keluarga serta
kerabat dan para sahabatnya, almarhumah dimakamkan di pemakaman
Cigagadon Desa Rahayu Kecamatan Cinean. Namun tidak lama kemudian
jasadnya dipindahkan ke pemakaman Bupati Bandung Jalan Karang Anyar Kota
Bandung. Atas jasa-jasanya pula, Pemerintah Republik Indonesia (RI)
pada 1 Desember 1966 menganugrahkan kepada Raden Dewi Sartika gelar
Pahlawan Nasional. (TP/dari berbagai sumber)
Sumber :
net/http://kwarcabkotabandung.or.id/2013/01/raden-dewi-sartika-pejuang-pendidikan-kaum-perempuan-dari-tanah-pasundan/